“OM
SWASTI ASTU”
Sebelum
saya membawakan darma wacana ini izinkan saya mengucapalan beberapa bait mantra
:
1. Om
Narayana Om Saraswati Jaya
2. Om
Ano Badrah Kratavoyantu Visvatah
3. Om
Asato Ma Sat Gamaya
Tamaso Ma Jyatir Gamaya
Mrityor Mamritan Gamaya
Aigih
Sri pinandita dan jero pemangku sane banget tiang sucikan
Yang
terhormat : Bapak PHDI kabupaten
Donggala
Yang
kami hormat : Bapak PHDI kecamatan se-kab donggala
Bapak/ibu,
tokoh agama, tokoh pendidik, se-kab donggala
Bapak/ibu dewan juri dan seluruh Duta Utsawa Dharma Gita (UDG), serta tak lupa umat
sedharma yang berbahagia
Berkat
Asung Kerta Wara Nugraha Dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga pada hari ini
kita dapat berkumpul bersama dalam rangka melaksanakan Utsawa Dharma Gita (UDG)
Tingkat Kabupaten yang kita cintai ini. Guna untuk meningkatkan Sradah dan Bhakti
kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wase yang bermanifestasikan sebagai Utpeti,
Setiti, Dan Preline atau juga di kenal sebagai pencipta, pemelihara, dan
pelebur.
Umat sedharma yang berbahagia.........
Pada
kesempatan yang baik ini saya akan mencoba menyampaikan sebuah darma wacana
yang berjudul “TRI HITA KARANA” ketertarikan
saya mengangkat tema ini tiada lain berangkat dari sebuah renungan yang
menghasilkan sebuah kekaguman atas keadiluhungan konsep “ TRI HITA KARANA” yang saat ini menjadi primadona dalam konsep
bagi umat HINDU untuk mewujudkan masyarakat yang Mandara (Makmur, Aman, Damai,
Sejahterah)
Hadirin dan umat sedharma yang
terkasih dan saya banggakan......
Telah
banyak fenomena kehidupan disisi kita yang dapat jadikan refleksi untuk bangkit
menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti kita ketahui bersama
bahwa saat ini kehidupan umat manusia mengalami suatu kemerosotan moral, etika,
dan adat istiadat sehingga hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya
perselisihan, baik : dalam keluarga,
antar masyarakat, antar suku, antara agama, bahkan ada pula antar negara
sehingga rasa persatuan dan kesatuan tidak dapat dipertahankan lagi. Hal inilah
yang menyebabkan stabilitas keamanan tidak sehat dan dinamis. Oleh karena itu
saya mengajak umat sedharma untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan dengan
mengamalkan “TRI HITA KARANA”.
Umat sedharma yang
berbahagia........
Tri
Hita Karana yang secara etimologi terbentuk dari 3 kata tri berarti tiga, hita
berarti kebahagian, dan karana berarti sebab atau yang menyebabkan jadi Tri
Hita Karana dapat di maknai sebagai tiga hubungan harmonis yang menyebabkan
kebahagiaan , tiga hubungan tersebut meliputi :
ü Hubungan
yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
ü Hubungan yang harmonis antara manusia dengan
sesama
ü Hubungan
yang harmonis manusia dengan dengan lingkungannya
Selanjutnya
ketiga hubungan yang harmonis itu di yakini akan memberi kebahagiaan dalam
hidup ini. Dimana dalam teminologi masyarakat Hindu diwujudkan dalam 3 unsur
yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Umat sedharma yang berbahagia .....
Saya
akan menguraikan satu demi satu dari ke-3 unsur Tri Hita Karana
1) Parahyangan
Umat sedharma yang
berbahagia...............
Parahyangan
adalah hubungan harmonis manusia dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Manusia
adalah ciptaan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) sedangkan atman yang ada pada diri
kita merupakan percikan sinar suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dilihat dari
segi ini sesungguhnya manusia berhutang nyawa terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Oleh karena itu, kita wajib berterima kasih, berbhakti, dan selalu Sujud
kepada_Nya. Rasa terimakasih dan sujud bhakti itu dapat dinyatakan dalam bentuk
puja dan puji terhadap kebesarannya. Secara nyata bisa diwujudkan dalam
berbagai bentuk aktivitas Yadnya Yase sebagai persembahan yang
tulus kepada Sang Pencipta. Mulai dari pembangunan tempat suci, pelaksanaan
upacara keagamaan, pendalaman ajaran agama, kreativitas berkesenian (tari,
tabuh, lukis, pahat, dsb.) untuk kepentingan ritual, kesemuanya itu membuat
decak kagum orang-orang di luar sana.
Selain itu hubungan harmonis dengan
Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan pula
dalam pelaksanaan upacara Dewa Yadnya.
Umat
sedharma yang berbahagia...............
2) Pawongan
Pawongan
merupakan penerjemahan dari sebuah pengakuan yang tulus dari manusia itu
sendiri, bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bersama-sama dengan
manusia lainnya. Oleh sebab itu ia harus hidup bersama manusia lain untuk
memenuhi kebutuhaan hidupnya. Bahkan antara abad (384-322
sebelum masehi) seorang pemikir
yunani Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah Mahluk Sosial atau‘zoon politicon’, yang
artinya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu
sama lain, disamping manusia sebagai
mahkluk individu dalam fungsinya sebagai mahkluk sosial, manusia memerlukan
hubungan yang harmonis antara sesamanya, saling memberi rasa, bertukar pikiran
dan saling hormat menghormati. Dalam kehidupan keluarga hendaknya
terjalin hubungan yang harmonis antar suami dengan istri, orang tua dengan anak-anaknya, antara kakak dengan
adiknya dan lain sebagainya. Kemudian ditingkatkan dengan hubungan yang
harmonis antar tetangga dengan tetangga yang selanjutnya sampai pada hubungan antar masyarakat satu
dengan masyarakat lainya. Bila hubungan harmonis ini telah terjadi pada semua
tingkat kehidupan, maka akan terwujud keadaan yang aman, damai dan tentram.
Untuk dapat mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya
perlu ditimbulkan sikap :
Ø Saling
hormat menghormati .
Ø Menghargai
pendapat orang lain.
Ø Membantu
kesusahan orang lain dan
Ø Selalu
menebar kasih terhadap sesama dalam artian Asah, Asih, dan Asuh
Berbicara mengenai Asah, Asih, dan Asuh
ini mengingatkan saya akan sebuah lagu pop bali yang mempunyai arti dan makna
yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Lagunya seperti ini,
“saling
asah, asih asuh, lan gelarang di gumini, mangde manut sekadi dasar Negara,
pancasila Neagung, jaya Sakti”
Ini berarti antar pancasila dan Asah, Asih,
Asuh mempunyai kaitan yang sangat erat. Mengapa, saya katakan mempunyai kaitan
yang sangat erat?, Karna, jika kita mau mengasah kemampuan kita dalam artian
mencari ilmu, setelah kita mendapatkan
ilmu kita mestinya bersifat Asih
antar sesama, setelah kita mampu bersifat
asih marilah kita mengasuh: antar sesama dalam artian ini
membagi-bagikan ilmu kita kepada orang yang membutuhkan. Jika kita telah
manjalankan hal tersebut tanpa kita sadari kita telah melaksanakan filsafah
pancasila. Dengan demikian, maka terciptalah kerukunan, ketentraman dan
kedamaian. Akan tetapi jika kita lihat kenyataan yang kita temui sekarang, begitu
banyak kerusuhan, kekacauan, perampokan, pemerkosaan, dan sebagainya. Oleh
karna itu, perlu kita bertanya mengapa hal semacam ini dapat terjadi?. Karna
konsep-konsep manusia dijaman kali yuga ini banyak mengalami kekeliruan
diantaranya yaitu:
1. Keuangan
yang maha kuasa
2. Kemanusiaan
yang kikir dan tidak beradab
3. Peseteruan
antar manusia
4. Kerakyataan
yang dipimpin oleh nikmat dalam perjudian dan perselingkuhan
5. Kebatilan
sosial bagi seluruh rakyat pecinta kemewahan
Inilah konsep-konsep yang menyebabkan
terjadinya hal-hal yang kita inginkan. Oleh karna itu, jika kita tidak
menginginkan hal itu terjadi hendaknya kita
sebagai umat yang baragama harus dapat menjalin dan menjaga
pergaulan kita agar tidak terjumus ke
lembah kehancuran, untuk itu sebagai generasi penerus , sebaiknya
kita harus tahu
kepada siapa? Kita
harus bergaul? didalam
kitab suci agama hindu
dijelaskan bagaimana cara
kita bergaul seperti
yang disebutkan dalam
kitab Sarasamuccaya
Sloka 301
“Hiyate Hi Matistata Hinaih
Saha Samagamat, Samaisca
Samatameti Visistaicca Visistatam”
Yang
artinya :
“Oleh
karna itu, merosotlah budi seorang
jika bergaul dengan
orang yang hina budinya,
jika seorang yang
madya budinya menjadi
sahabatnya, maka madya
budi yang dihasilkannya, jika orang yang utama
budi dijadikan teman
bergaul maka utamalah
budi orang itu karenanya”.
Pengertiannya begini, jika kita bergaul
dengan seorang penjudi, pemabuk, pemerkosa, maka kita akan menjadi orang yang
demikian. Jika kita bergaul dengan orang yang hanya mementingkan harta benda,
maka kita akan menjadi orang seperti itu, orang-orang pencinta kemewahan. Jika
kita bergaul dengan berbudi luhur, beriman, dan bertakwa, maka kitapun akan
seperti itu.
Umat sedharma yang berbahagia.....
3) Palemahan
Palemahan
artinya hubungan antar manusia dengan lingkungan/alam sekitarnya, karena pada
kenyataannya manusia hidup dan berkembang atas bantuan alam/lingkungan bahkan
merupakan bagian dari alam itu sendiri. Seperti contoh : manusia perlu makan,
minum, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan kebutuhan pokok manusia yang
di ambil dan diolah dari lingkungan, kalau tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan subur
dan hewan hidup serta berkembangbiak dengan suburnya, maka kebutuhan umat manusia
dapat terpenuhi dengan baik. Oleh sebab itu saya mengajak seluruh umat sedharma
untuk dapat menjaga dan melindungi alam beserta isinya dari tangan-tangan jahil
orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan kepentingan pribadi
atau hanya demi setumpuk uang kadang rela mengorbankan keselamatan orang lain.
Seperti contoh : penebangan hutan secara liar atau yang lebih kita kenal dengan
ilegal loging.
ü Perusakan
atau pencurian ekosistem laut seperti karang, pasir, dan sebagainya
ü Perusakan
lapisan atmosfer bumi dengan peralatan atau senjata nuklir, yang mengakibatkan
penipisan ozon sehingga sinar ultraviolet dari matahari dapat langsung sampai
kebumi yang dapat menggangu kehidupan manusia
Umat sedharma, kita bisa bayangkan! apa
yang akan terjadi jika hal semacam ini kita biarkan? Sudah barang tentu yang
terjadi adalah bencana alam, entah itu banjir, tanah longsor, stunami, radiasi
nuklir, atau yang lagi tren saat ini yang dikumandangkan hampir diseluruh
pelosok dunia “global warming”( pemanasan permukaan bumi) harus dicegah. Dan
masih sangat kental pada ingatan kita beberapa tahun yang lalu terjadi stunami
di aceh, lumpur lapindo, banjir bandang yang menelan korban jiwa dan materi
yang tidak terhitung jumlahnya. Perlu kita ketahui jika Hukum Alam (Natural Law)
telah terjadi alam tidak memilih mana yang baik dan tidak baik, tidak memandang
kaya atau miskin, tua atau muda, anak-anak atau dewasa semua terluluh
lantahkan. Untuk itu sebelum semua itu terjadi mari kita selaku umat hindu hendaknya
dapat menjaga alam ini. Dengan melaksanakan upacara bhuta yadnya seperti hari
raya :
Ø Tumpek
pengarah ( hari untuk tumbuh-tumbuhan),
Ø Tumpek
kandang (hari untuk berbagai macam ternak),
Ø Tumpek
landep (hari untuk perabotan/senjata sebagai sarana dan prasarana dalam nafkah
kehidupan).
Ø Nyepi
untuk keharmonisan jaga raya dan lain sebagainnya.
Karena subtansi dari hari raya itu
adalah persembahaan yang tulus kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai rasa syukur
atas segala kemudahan yang dianugrahkan_Nya. Melalui media yang ada di alam
semesta ini. Dengan diiringi oleh sebuah permohonan semoga dianugrahkan
kelestarian dan kemakmuran yang berkeseimbangan dan berkelanjutan.
Seperti yang di jelaskan dalam
bhagawadgita, II.10 di katakan :
“Sahayajnah Prajah Srstva
Puro ‘Vaca Prajapatih
Anena Prasavisyadhvam
Esa Vo’stv Iastakanadhuk”
Yang artinya :
“pada
zaman dahulu, Tuhan Yanga Maha Esa (Prajapatih) menciptakan alam semessta dan
segala isinya dengan yadnya, serta bersabda : wahai mahkluk hidup dengan yadnya
ini engkau akan berkembangan dan peliharalah alam semesta ini menjadi sapi
perahanmu.
Pesan yang dapan di petik dari sloka
tadi adalah : bahwa kita senantiasa eling dan bhakti trhadap sanga hyang widhi
sebagai pencipta jaga raya dengan segala isinya.
Umat
sedharma yang berbahagia...........
Selanjutnya Dalam mengimplementasikan konsep Tri
Hita Karana yang dimaksud, sangat ditekankan bahwa ketiga
unsurnya harus diaplikasikan secara utuh dan terpadu. Unsur parahyangan,
pawongan, dan palemahan tidak ada yang menduduki
porsi yang istimewa. Dia senantiasa seimbang dalam pemikiran, seimbang dalam
ucapan dan seimbang pula dalam segala tindakan. Sebagai konsep keharmonisan umat
HINDU, Tri Hita Karana telah memberikan apresiasi yang luar
biasa dari berbagai masyarakat dunia. Jika kita mampu melaksanakan ketiga jalan
diatas, saya yakin dan percaya kehidupan ini akan aman, tentram, dan sejaterah.
Sehingga kita dapat dan mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang
merupakan tiang utama menjaga stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Umat
sedharma yang terkasih.......
dalam upaya menjaga keharmonisan alam semesta ini umat
Hindu senantiasa menjaga keselarasan antara sekala dan niskala baik
secara vertikal dengan Sang Pencipta dan lingkungan alamnya, maupun secara
horizontal antar manusianya. Dengan demikian terciptalah energi positif yang
dapat memberikan aura dan nuansa magis-spiritual. Ditambah lagi, dengan semakin
eksisnya lembaga adat yang digerakkan atas konsep Tri Hita Karana menjadikan
masayarakat umat HINDU semakin Harmoni Dan Mandara. Umat HINDU akan
semakin siap menghadapi segala tantangan pada era keterbukaan atau kesejagatan
ini.
Saudara-saudaraku
umat sedharma yang saya banggakan,
kembali kepada tema pokok dan judul dharma wacana kali
ini, bahwa Tri Hita Karana sebagai konsep keselarasan hidup
masyarakat Bali memiliki spirit yang sangat kuat untuk mewujudkan HINDU yang
siap dan tangguh dalam menghadapi tatanan masyarakat dunia yang semakin keras
dan kompleks. Oleh karena itu mau tidak mau, rela tidak rela kita harus
bersedia membuka diri untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh budaya luar
dengan semangat paramartha (tujuan mulia) serta tetap
berlandaskan pada spirit dharma yang berstana dalam ajaran Weda. Saya yakin
dengan demikian, HINDU ke depan merupakan kiblat dunia yang tiada duanya.
Umat
sedharma yang berbahagia .......
Sebelum saya akhiri Dharma Wacana ini, saya kembali
mengajak umat sedharma untuk dapat mendukung seluruh kegiatan Utsawa Dharma
Gita ini dan sekaligus dapat menghayati dan mengamalkan seluruh ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga niscaya tujuan akhir dalam agama hindu
dapat dicapai
Umat
sedharma yang berbahagia ..............
demikian dharma wacana yang dapat saya sampaikan lebih
dan kurangnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Slokantara mengatakan “TAN
HAN WONG ASESUATE NULUS” ( tiada manusia yang sempurna, sesempurna Ida Sang
Hyang Widhi Wasa).
”Om
Shanti Shanti Shanti Om”
oleh : generasi Hindu Desa Malonas
i ketut sumerta
oleh : generasi Hindu Desa Malonas
i ketut sumerta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar